Thursday 6 January 2011

LAUDRIC


Laudric adalah seorang pengrajin kayu di tempatnya meskipun ia seorang lulusan sarjana geografi namun tak sekalipun ia merasa rendah dengan apa yang di jalaninya. hingga akirnya ia menikah dengan dimitrif anak dari seorang tuan tanah yang juga sebagai pengrajin kayu di tempatnya, dari hasil pernikahannya laudric memiliki satu orang anak dan kini usahanyapun semakin meroket hingga akhirnya ia menjadi pengusaha pengrajin kayu dan memiliki beberapa anak cabang dari usahanya tersebut tak jarang masyarakat setempat menggantungkan hidupnya dari usaha laudric yang dirintisnya dari awal. walaupun sudah menjadi tuan tanah di tempatnya ia tak lupa kepada orang-orang di sekitarnya, karna baginya tak ada kata tidak untuknya membantu masyarakat yang tak mampu di lingkungan desanya entah mulai dari pendanaan kebersihan, keamanan, kesehatan dan juga yang sifatnya pribadi tak segan-segan ia memberikannya, hingga pernah suatu saat lingkungan tempat tinggalnya membutuhkan dana untuk membangun rumah pribadatan dan iapun berada di garis depan dalam upaya mewujudkan keinginan masyarakat setempat.

namun sesuatu yang tak di inginkan terjadi pada keluarganya, seluruh kekayaanya yang selama ini ia proleh dengan susah payah satu persatu meninggalkannya, tak banyak yang iya dapatkan selain untuk menyewa tempat tinggal dan kebutuhan makan selama setahun, dan ia pun memutuskan hijrah dari tempatnya dengan membawa istrinya dan satu anaknya menyewa tempat tinggal dan memikirkan apa yang ia nantinya lakukan ketika keadan tak lagi dapat di tolerir. pada suau malam iapun berkata ke pada dimitrif dalam suasana duka batinnyapun merintih ketika ia mulai mengucapkannya,
"apakah kau masih setia dengan keadaanku yang seperti ini, jika iya katakan iya dan jika tidak itupun bukan kemauanku," ucapnya
"tentunya kau tau 32 tahun kita bersama apakah kau membayar kebahagian yang terjalin salama itu hanya dengan materi, tidakkah kau ingat siapa kau dulu, kau melamarku tidak dengan materi melimpah ruah, tidak kah kau ingat itu."
"sial menyesal aku dengan semua itu," ucap di mitrif dengan penuh sesal.
"kalo memang begitu haruskah aku meminta kembali semua yang sudah hilang untuk mendapatkan kebahagian yang kau katakan itu, laudric," tambahnya.
"sial terlalu bodoh aku ini!!, aku menganggap rendah dirimu, ku kira kau sama dengan yang lainnya, tinggalkan saja aku ini, kau terlalu berharga untukku dimitrif."
"maksudmu apa dengan yang lainnya?!"
"apakah tak cukup lama kau mengenalku, apakah sebelumnya kita tak saling kenal sebelum kau mengikiarkan janji suci itu?!"
"kau mmpermainkan tuhan laudric, lagi-lagi aku menyesal denganmu laudric."
"sudahlah dimitrif aku memang tak pantas untuk mu," laudric menghentikan percakapan itu dan meninggalkan dimitrif yang tengah terduduk di kursi bambu itu.
                                              
“Apa yang aku ucapkan saat itu, pantaskah kata-kata itu keluar di saat itu, dengan situasi yang seperti itu,” pikirnya. kemudian laudric membuka knop pintu rumahnya dan menutup rapat kembali secara berlahan. ia berjalan dengan ataupun tanpa tujuan, yang terfikirkan hanyalah ucapan-ucapan yang di katakan dimitrif. "haruskah aku menjadi orang yang berdosa seperti ini yaa tuhan, rasanya itu bukan aku," pikirnya. "apa yang harus aku lakukan untuk mereka, istriku dan anakku.", "mungkin mereka saat ini menerima atas keadaanku, tapi apalah nanti apakah aku harus membiarkan mereka hidup dalam penderitaan yang aku alami. berdosa sekali aku ini ya tuhanku." ucapnya dengan penuh sesal. seketika air matapun mengalir dari kedua matanya yang tampak teduh itu. saat itu di angkatnya tangan-tangannya yang bergemetar dan tak menau itu disibakannya tetesan-tetesan air mata yang mulai membasahi sekitar kelopak matanya yang damai itu saat itu hatinya bener-benar gundah, nyalanya cahaya lampu jalan di setiap ruas menyamarkan setiap masalah yang di alaminya.

setelah peristiwa tersebut laudric lebih banyak menghabiskan waktunya dengan keluarga dan memperdalam kereligiusannya, jika ketika harta melimpa yang ia pikirkan berhati-hati dalam mempertahanka, dan bagaimana untuk mendapatkan kekayaan, namun kini yang dipikirkannya hanyalah apa yg saat ini bisa kami lakukan untuk keluarga, apa yang bisa kami lakukan untuk orang banyak dan tak ada kecurigaan yang terlintas dari pikirannya semua menjadi sebuah kesatuan, pernah  ketika itu seseorang pekerja yang pernah bekerja dengannya mengunjunginya dan mempertanyakan masalah yang di alaminya, laudric hanya berkata setiap masalah adalah sebuah proses dan proses itu akan hilang dengan sendirinya, tuhan tidak tidur dia tau apa yang kita butuhkan. dan ini, aku sudah melakukan proses yang tuhan inginkan, tak ada penyesalan dan tak ada yang harus di salahkan ucapnya. dan ketika di tanyakan apa yang akan di lakukannya nanti, ia pun hanya berkata apapun yang akan ku lakukan nanti tuhan lebih tau, aku tak ingin menuntutnya akupun tak ingin mendahuluinya aku tak ingin menghentikan proses yang tengah berjalan saat ini. Bagiku ini sudah lebih dari cukup, tak ada lagi kecurigaan tak ada lagi kesombongan dan tak ada lagi kemunafikan yang mungkin pernah kulakukaan pada masa-masa itu, dan akupun kini dapat bernafas lega kutanggalkan segala atribut gelar dan juga kehormatan identitasku kini akupun sama bagian di antara 233 juta orang lainnya, hidup dalam keterbatsan dan juga pengharapan, tak adalagi kata tuan, saudagar kini kitapun sama dan inilah aku  laudric ucapnya.

No comments:

Post a Comment