Monday 29 November 2010

NIKOLSKOVE


Kadang cinta terasa rumit untuk di mengerti ketika kau belajar untuk mencintai, dengan tidak sengaja kau telah siap untuk tersakiti, banyak ragam yang kau temukan di sana terasa rumit jika tak kau temukan namun tampak mudah ketika kau mendapatkannya

Setidaknya itu yang pernah kualami, waktu itu, waktu aku masih teramat muda untuk mengenal cinta
“aku ingat peristiwa itu sulit untuk kulupakan tak banyak yang bisa aku ceritakan, peristiwa itu terlalu panjang untuk kuceritakan.”
“kalau begitu ceritakanlah,” ucap salah satu dari mereka.
aku terdiam sesaat menghela nafas seakan mempertimbangkan kembali ucapan mereka, “baiklah peristiwa itu kualami ketika jamuan makan dan pesta dansa para saudagar kaya tengah berlangsung, ketika rasa cinta tak pernah kutemukan sebelumnya. Waktu itu umurku 20 tahun dan ketika pertama kalinya kubertemu umurnya menginjak 18 tahun ia begitu cantik, matanya teduh ketika ku menatapnya, ia tersenyum damai layaknya putri bangsawan lainnya, ia begitu sempurna di mataku,” ucapku dengan sorot mata yang menerawang jauh.
“kau pasti berusaha mendekatinya?,” ucap salah satu dari mereka.
“memang, entah mengapa aku begitu tertarik dengannya, namun mulai kupertimbangkan kembali setidaknya yang saat itu kurasakan, kaupun sebenarnya tau dan bertanya-tanya tak mungkin aku mendekatinya, ia seorang putri bangsawan, dan tentunya orang tuanyapun sudah mencarikan seorang pasangan yang sama bangsawannya dengannya. Tak mungkin aku di pilihnya.”
“lalu apa yang saat itu kau lakukan?,”  ucap kembali salah satu dari mereka.
“tak banyak yang saat itu bisa kulakukan selain menatap matanya yang teduh itu. Namun entah mengapa tuan dutscha menghampiriku dan memintaku untuk mengantarkan larissa yang tengah mabuk karna terlalu banyak meminum champagne,” ucapku.
“lalu apa yang kau lakukan dengannya?,” ucap kembali salah satu dari mereka.
“kau mengira aku melakukan sesuatu hal yang bodoh  dengannya, kau salah besar kawan justru tak kusangka ia melakukan sesuatu yang serendah itu di hadapanku?,” ucapku dengan sorot mata dan nada yang penuh kecewa.
“bodoh sekali kau ini, bisa saja kau melakukan sesuatu dengannya setidaknya itu yang pria ingin lakukan dengannya,” teriak mereka dengan penuh kecewa.
“kau tau betul aku sangat menjaga ke hormatan wanita.”
Ya pantas saja kau tak pernah mendapatkan pasangan nick, dari pertama ku kenal kau hingga saat ini, kau tak pernah berubah soal cinta,” ucap mereka.
“kau sebut itu cinta kawan!, apakah tak ada sesuatu yang lebih baik dari hanya sekedar merusak kehormatan lawan jenismu!,” ucapku dengan sorot mata dan nada yang tegas.
“baiklah-baiklah, aku mengerti, lanjutkan ceritamu kawan,” merekapun kembali mempertanyakan apa yang tengah ku alami dengan larissa.
“sepanjang perjalanan iya selalu saja menggodaku dengan pertanyaan-pertanyaannya, menanyakan latar belakangku, asalku, tempat tinggalku, namaku dan statusku. Namun tak satupun pertanyaannya kujawab, hingga sampainya aku. Kemudian kupapah tubuhnya yang gontai tak berdaya itu, lalu kubawanya masuk, kurebakan tubuhnya dan kubetulkan letak lehernya kemudian kuselimutkan ia di antara kain halus dan kutinggalkan ia sendiri di sofa itu, sofa mewah berukuran besar itu.”
“ketika ku masuk kamarku, waktu mulai fajar, matahari mulai terbit memancarkan cahayanya, kulepas mantelku kurebakan tubuhku, kuterawang mimpiku namun makin kesini sulit bagiku memejamkan mataku. Aku benar-benar memikirkan larissa, bayangan matanya yang teduh dan senyumnya yang damai itu tak dapat lepas dari ingatanku, makin kesini  rasanya sulit bagiku untuk tidur, aku benar-benar jatuh cinta dengannya. Tak kusangka pertemuan malam itu benar-benar menguras perhatianku. Setidaknya ketika ku mengingat dan kembali memikirkan kebangsawanannya, rasanya itu tak mungkin. Aku hanyalah seorang supir dari seorang bangsawan kaya yang bernama dutscha, ia begitu sempurna di mata orang lain, senyumnya pesonanya mengingatkanku pada sebuah kedamaian yang belum pernah kutemukan sebelumku mengenalnya,” aku terdiam sesaat menghela nafas, kemudian tertunduk lemas denga sorot mata yang menerawang jauh namun penuh dengan kesedihan. Sempat tak kulanjutkan, namun..
“akhirnya kuputuskan meninggalkan kamarku, kubuka knop pintu  kamarku, kemudian kututupnya kembali secara berlahan. Hari ini adalah musim semi, pohon-pohon tengah asiknya melakukan transisi dalam kehidupannya setidaknya itu yang seharusnya kulakukan saat ini, namun tak banyak yang dapat kulakukan hingga saat ini. Ku ayunkan kakiku ke sebuah tempat yang tak pernah kufikirkan sebelumnya, di situ di pinggir ruas jalan, orang-orang tengah asiknya merapikan lapak dagangannya sebagian lagi bahkan sudah mulai menjajakan dagangannya, anak-anak kecil dan para orang tua mulai bersiap-siap melakukan aktifitasnya, dan para ibu-ibu mulai mempersiapkan menu hidangan untuk buah hati dan para suami mereka sebagian lagi bahkan tengah menikmati tidur singkat mereka sehabis patrol tadi malam. Ku hentikan langkah kakiku di tepian kanal, gemericik aliran air di pagi hari begitu tenangnya, sempat kuberfikir jika larissa menginginkan hal yang sama denganku, aku akan membawanya pergi dari perbatasan, tapi itu hal yang mustahil pikirku kembali. lalu apa yang larissa lakukan tadi malam bukanlah sesuatu yang teramat buruk setidaknya itu yang di alami oleh para putri bangsawan lainnya, mereka menganggap champagne sebagai solusi tepat untuk menenangkan diri dari kebangsawanannya, itulah sebabnya mereka begitu seringnya menikmati champagne secara menerus.”
“lalu apa yang kau rencanakan selanjutnya, kelihatannya kau sangat mencintainya nick,” ucap salah satu dari mereka.
“seperti yang sudah kukatakan, andai saja ia mau melakukan hal yang sama dengan apa yang telah kurasakan dengannya, aku akan membawanya pergi dan itu tentunya bukanlah sesuatu yang mungkin terjadi,” ucapku terhadap yang lainnya.
“apakah kau sudah mengatakannya?, dan kau saja belum mengataknnya, bagaimana ia tau perasaanmu nick”, tanya mereka kembali.
“saai itu, saat di mana tak mungkin kulupakan, aku sadar siapa aku dan dengan siapa aku berhadap, ini sebuah pilihan dan itu sulit untuk kuputuskan, ketika kumulai belajar mengenal cinta, kau di hadapkan dengan situasi yang tak ingin kau rasakan, layaknya sutradara kau yang tentukan, dan ini adalah takdirku aku tak menyesal pernah bertemu dengannya meskipun aku tau, aku tak pantas untuknya. di situ, di tempat itu kulihat seorang anak tengah asiknya merawat hewan peliharaanya, ke lihatannya ia begitu menyayanginya, memandikannya, dan membersihkan setiap kotoran di kandang-kandangnya, namun entah mengapa ia menangis, kucoba cari tahu lalu kudekatinya dan ia hanya berkata aku telah melukainya, aku telah melukainya kini ia tidak dapat menggerakan kakinya aku telah melukainya aku telah melukainya. Ia terus saja menyesali perbuatannya dan ini sama halnya ketika kucoba untuk mendekati larissa ada konsekuensi logis yang harus kupertanggung jawabkan dengannya, aku ingin memilikinya, namun dengan tidak sengaja aku telah menyakiti hati larissa. Dan ketika kau mengambil hikmah dari peristiwa anak yang menangis tersebut kau tau betul setidaknya ia begitu menyayangi hewannya namun ia telah merusak kebahagian hewan tersebut dengan memutuskan kehidupannya dari habitat aslinya, dan ketika kau semakin keras berusaha memilikinya semakin keras pula kau belajar untuk kehilangannya bahkan untuk sebuah alasan yang belum pernah terjadi,” ucapku dengan nada yang berat dan berusaha melupakan.
Lalu kuterdiam sejenak, kuhela nafas dan kuhembuskan secara teratur, mataku terus saja menerawang jauh, mencoba mengingat kembali masa itu, masa di mana pertama kalinya ku bertemu dengannya, namun entah mengapa setiap kali kuingat, aku tertunduk lemas, ada penyesalan yang teramat dalam yang membuat pikiranku kian hari kian sulit untuk melupakannya. Kuhentikan percakapanku kemudian kutinggalkan mereka di situ di tempat itu dengan pertanyaan-pertanyaan yang belum sempat kujawabnya.

Sudah 8 tahun lamanya aku tak bertemu dengannya ia tak berubah, sorot matanya, senyumnya masih memancarkan pesona tersendiri bagiku, “kami saling terdiam, tak ada yang memulai berkata, terdiam saling menerka, menerawang jauh mengingat kembali masa-masa itu. Kuhela nafas panjang-panjang kuhembuskan secara teratur, lagi dan lagi. Kutundukan kepalaku sejenak, kurenungkan dan kunaikan kembali, otaku terus berfikir menyaring setiap kata yang akan kuucap kususun sedikitnya kata demi kata menjadi sebuah kalimat.
“kau tak berubah larissa sejak pertemuan itu, sejak jamuan makan dan pesta dansa tengah berlangsung malam itu, sayang keterbatasan yang kumiliki tak mampu menanggalkan segala atribut kebangsawananmu, dan kaupun kini memilih bersamanya,” ucapku dengannya dengan nada berat dan penuh sesal.
ia terdiam sejenak menghela nafasnya dan menerawang jauh kemudian menghembuskannya, tertunduk sejenak kemudian..
“dan oleh sebab itu kau tak mampu mengatakannya, sulit rasanya memang. tak bisa di tebak, tak ada yang mengaku tak ada mencari tau kau sibuk dengan masalahmu aku sibuk dengan kebangsawananku, aku tau siapa kau nick setidaknya setelah kau mengantarkanku sehabis pesta dansa dan jamuan makan tengah berlangsung, malam itu aku yang memintanya, meminta tuan dutcha untuk kau mengantarkanku.” Aku terdiam kuangkatnya kedua tanganku, kubasuhnya mukaku sampai tengkukku, kemudian kukepalkan tanganku dan kutopangkan daguku kurenungkan kembali setiap kata demi kata yang di ucapkan larissa.
Namun tiba-tiba entah mengapa larissa mengucapkan sesuatu yang tak pernah kuduga sebelumnya, kata-kata yang tak pernah ku pikirkan, entahlah apakah hanya spontanitas atau iya sedang larut dalam suasana yang di alaminya tapi ini benar-benar membuatku merasa bersalah.
“kenapa kau menghilang saat itu, kenapa kau tak membimbingku saat aku membutuhkan pertolonganmu, kenapa semua yang begitu ku anggap penting tak pernah ada untukku,” ucapnya.
“apa yang sebebenarnya terjadi?,” tambahnya.
“apa maksudmu larissa, aku benar-benar tak mengerti,” ucapku dengan nada penuh tanya.
“entahlah, aku begitu kehilangan sisi religiusku aku tak mengerti semua ini. saat pertemuan malam itu aku berfikir kau orang yang dapat menuntunku nick, kau tak pernah mengerti itu, itu sebabnya kau selalu mencari alasan atas keterbatasanmu,” ucapnya dengan nada yang semakin menurun seperti hendak melakukan pengakuan.
“kau tak akan pernah mengerti larissa, itu sebabnya aku berusaha menjauh darimu,” ucapku.
“dan kukira itu mudah, namun tak kusangka semakin jauh ku melupakanmu semakin ku teringat akan bayang-bayangmu larissa”.
“wanita memang seperti itu aku tak berhak melarangmu, aku tak punya kedudukan atas dirimu kau sudah terlanjur menikmatinya hingga kau lupa akan rasa cintamu, kau telalu banyak menimbang tak mengerti dan hanya sedikit menghargai cinta.” Tambahku dengan nada yang berat.
“lalu kenapa lagi-lagi kau tak mengatakannya, dan kau menghilang ketika itu nick, kau membiarkanku sendiri nick.” Ucap larissa dengan tertatih.
“percuma kau tak akan mendengarkanku larissa, karnanya kubiarkan kau sampai mengerti dan menyadarinya sendiri,” ucapku.
“andai saja waktu it…,” ku hentikan percakapannya dan kulanjutkannya
“it..u kau tak memilihnya mungkin aku akan mengatakannya walaupun hukuman akan menantiku di meja pengadilan dan kaupun menolaknya, memang itulah sebuah pilihan ada konsekuensi di balik sebuah pilihan. Terus terang ini bukan diriku, terlalu singkat untukku putuskan, dan aku tak ingin melukaimu, ada waktunya aku akan mengatakannya dan cinta itu akan kutunjukan kasih itupun akan ku buktikan meski aku tau kaupun menolaknya namun semua itu tak dapat kau tampikan dari kehidupanmu, itulah sebuah keterbatasan dan inilah aku, maafkan aku larissa aku hanya tak ingin melukaimu walaupun aku sangat menyanyangimu setidaknya yang saat itu ku rasakan padamu,” ucapku kepadanya. Kemudian seorang anak berlari menghampirinya dan iapun memeluknya.
“ia cantik, ucapku. matanya sama sepertimu mungkin kelak dia akan menjadi gadis yang cantik sama sepertimu larissa, siapa namanya?,” tanyaku.
“clarra, clarra revalisa ariza,” ucapnya dengan nada yang mantap
“sebuah nama yang indah, untuk kesekian kalinya aku melihatnya ia sangat periang, mungkin setiap kali aku coba mengingat dan melihatnya aku menangis, semoga kau menemukan sesuatu yang lebih baik dari ini larissa, dan kelihatannya kaupun sangat bahagia, aku takingin mengusikmu,” ucapku.
kutengok kepalaku dan kutatap ia begitu riangnya iapun melakukan hal yang sama denganku kami saling menatap, ini untuk kesekian kalinya aku bener-bener menatap matanya secara penuh aku merasakan pesona matanya menyentuh perasaanku dan merasakan sesuatu yang belum pernah kurasakan dari dirinya sejak malam pesta dansa dan jamuan makan itu. Ku beranjak dari tempat duduku kemudian kutinggalkan ia dengan sejuta masalah yang menjadi pertanyaan besar dari akhir sebuah cerita.

No comments:

Post a Comment